Selasa, 25 Oktober 2016

Tulisan Curhatan, Panjang dan Tak Penting Untuk Produktivitas Kehidupan Kalian!

Nyatanya, aku memang tak pernah 'dengan sadar' berniat berbuat sesuatu supaya orang-orang tertarik sama pribadiku. Meskipun mengakui dan mengimani bahwa penghormatan begitu berarti bagi setiap manusia secara naluriah. Tapi aku tetap terus mencoba untuk tidak memberlakukan itu.

Juga aku tak pernah berniat secara sengaja berbuat sesuatu agar dipandang buruk oleh orang lain. Meskipun aku tak memiliki hak dan kewajiban apa-apa untuk menghalangi orang-orang berpikiran buruk sama pribadiku. Bagiku, ya biasa saja. Orang-orang punya parameter sendiri. Begitupun aku.

Kuakui memang, ada banyak kesalahan caraku bersosialisasi di komunitasku saat ini. Selama tiga tahun belakangan ini aku selalu menjadi orang termuda atau setidaknya dalam usia rata-rata di dalam komunitas yang aku ikut campur di dalamnya. Jadi memang sedikit banyak, ada hal yang sudah terbiasa kulakukan selama tiga tahun itu tidak sesuai dengan cara berfikir orang-orang seusiaku pada umumnya.

Selama tiga tahun pula, aku menjadi orang yang seringkali menjadi objek 'pencocokkan' oleh teman-temanku yang memang secara usia dan pengalaman lebih banyak dariku. Meskipun aku harus mengakui merasa telah membuat mereka 'menyerah' karena ternyata sedikit-sedikit aku bisa mengimbangi mereka.

Karena hal-hal semacam itu pula. Justru dalam 'perjalananku,' aku menjadi lebih sering memerankan sesuatu yang memang seharusnya tidak menjadi peran anak seusiaku saat itu. Banyak perselisihan orang-orang yang 'lebih tua' dariku yang (harus kuakui) aku merasa berhasil mengatasinya.

Positif menurutku, setidaknya saat itu. Meskipun aku banyak melewatkan pengalaman-pengalaman yang pada umumnya dirasakan oleh orang-orang sebaya. Kedewasaan berfikir yang terlalu dini dan banyaknya pengalaman yang kudapat. Membuatku merasa istimewa. Tak bisa dipungkiri, saat itu aku merasa lebih baik dari banyak orang seusiaku.

Tapi hari ini, dimulai dari beberapa bulan sebelumnya. Aku merasa jungkir balik mengikuti keadaan lingkunganku. Setelah aktif kuliah di Indonesia yang (benar kata orang) begitu membosankan, aku juga harus menjadi 'kepala suku' di kelas. Bukan ketua kelas, karena memang bukan bakatku jadi ketua kelas. Tapi menjadi yang paling tua di kelas. Yang setiap hari aku harus bersosialisasi dengan 60 orang yang usianya rata-rata 2 tahun dibawahku.

Banyak kebingungan yang kurasakan. Aku bingung melakukan pendekatan dengan kebanyakan mereka, tak ada kehidupanku saat di usia mereka yang kujalani dengan 'normal'. Aslinya aku tak tahu bagaimana cara mereka menilai sesuatu, kecuali beberapa orang. Aku meraba, mencoba memahami pola pikir mereka secara umum.
Sebagai permulaan, aku mencoba menjadi pribadi pendiam. Karena memang karakter yang paling banyak kumiliki adalah sikap dingin. Gagal. Mereka jadi seolah-olah segan/takut bermuamalah denganku. Aku tak mau itu.

Lalu aku mencoba menjadi 'orang yang bersuara', meski beberapa kali berhasil mengikuti 'budaya' mereka. Namun seringkali justru caraku berbicara dianggap mereka terlalu tinggi dan dibuat-buat. Meskipun aku berlepas diri dari pembahasan-pembahasan agama, di kelas. Aku berbicara persoalan agama hanya kepada satu orang, yang kurasa siap untuk menganilisis pemikiranku. Sisanya, aku hanya dicap sebagai orang yang sombong. Tak masalah penilaian semacam itu menurutku. Tapi, artinya aku gagal melakukan pendekatan dengan mereka.

Selanjutnya aku balik ke 'calm' kembali. Berbicara seperlunya, hanya ketika diminta dosen atau ketika memang tak ada yang sanggup menanggapi dosen. Dengannya, orang-orang menganggap aku punya nilai lebih dalam pelajaran. Sialnya, memang bukan tipeku ngajak orang untuk belajar samaku. Akhirnya aku dicap sebagai orang yang mau pintar sendiri. Padahal kuis kemarin, aku rela tak menyiapkan tugasku, karena harus mengisikan kertas teman yang sama sekali tak tahu harus mengisi apa. Lagi-lagi menurutku aku gagal melakukan pendekatan yang baik.

Akhirnya, pikirku memang sulit bagiku mengikuti 'budaya' mereka. Toh sudah dinilai buruk. Nanti juga kalau sudah lama berbaur mereka juga memahami. Lalu akhirnya mereka sendiri yang coba melakukan pendekatan denganku. Tapi memang begitu ya, budaya anak muda itu seringkali sembrono menilai seseorang lalu merasa penilaiannya lah yang paling benar.

Kemarin-kemarin aku kuliah-pulang kuliah-pulang karena ndak ikut organisasi apapun, dibilang sombong atau dahsyatnya, katrok. Hari ini aku daftar untuk gabung HMI. Mereka bilang bahaya, khawatir pemikiran agamaku jadi bermasalah. Khawatir aku dieksploitasi untuk ikut demo. Asik juga sih dikhawatiri orang-orang. Tapi mbok ya kalau mereka tahu gimana aku pernah mengkritik HMI.

Akhirnya, memang indah kehidupan ini. Akhirnya aku diberikan Tuhan kesempatan untuk mencicipi kelucuan anak-anak muda Indonesia secara dekat, tanpa jarak. Atau justru termasuk ke dalam kelucuan-kelucuan tersebut

Indah ya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar