Kamis, 22 Desember 2016

PLURALISASI

Saya percaya orang-orang Islam yang waras takkan pernah setuju jika ada orang-orang yang melakukan pemboman berdasarkan ajaran Islam. Sebagaimana orang-orang Kristen yang waras yang tidak menyetujui aksi terorisme yang mengatasnamakan ajaran agama mereka, pun Yahudi, Budha dan ajaran-ajaran agama mainstream lainnya.

Ini bukan soal pluralisme yang selama ini sudah dilabeli stigma negatif. Ini tentang kenyataan yang harus sama-sama kita perjuangkan bersama. Bahwa tak ada agama yang tak menjadikan 'moral kemanusiaan' sebagai pondasi mereka dalam hubungannya antar sesama manusia. Baik itu dalam pergerakan politik mereka, apalagi soal ideologis. Pemahaman ini mesti kita pegang teguh bersama sebagai satu-satunya jalan untuk menghindari gesekan-gesekan antar umat lintas agama.

Oknum-oknum beragama yang hari-hari ini mengancam kerukunan hidup kita tentu perlu ditelisik lebih jauh segala kepentingannya. Saya percaya bahwa masih ada sebagian di antara mereka yang tulus dengan niat menjalankan syari'at agamanya. Meski tak bisa dipungkiri kebanyakan dari mereka dijadikan martir demi memuluskan jalan orang-orang tertentu untuk meraih tujuannya, bisa berbentuk harta atau kekuasaan.

Ini harusnya diberikan perhatian yang cukup besar oleh para pemuka agama untuk bisa melakukan cara-cara tegas agar dapat mencegah/membasmi pertumbuhan doktrin-doktrin keagamaan yang seringkali rentan dieksploitasi untuk kepentingan duniawi. Katakanlah strategi politik untuk menguasai daerah tertentu.

Dan tak lain pula, bahwa itu semua dapat kita cegah dengan tetap menumbuhkan rasa toleransi di diri kita masing-masing. Mempererat tali persaudaraan kita sebagai manusia. Terlepas dari segala macam perbedaan yang mencakup Agama, Tuhan, Nabi, Aliran, atau Partai Politik. Tentu saja, semakin erat kita bersatu, semakin sulit pula orang mencerai-beraikan kita.

Terakhir, kepada siapapun yang masih pro terhadap tindakan kekerasan atas nama agama. Ayolah, jangan bodoh! Ada sesuatu hal yang mesti lebih kita pentingkan dari keegoisan kita dalam beragama. Siapapun yang akan mati oleh tindakan kekerasan tersebut. Diciptakan oleh Tuhan yang sama, yang juga kau percaya sebagai penciptamu.

KEDAULATAN HIDUP

Hidup itu mesti berdaulat, punya kebebasan tersendiri untuk memilih apapun sesuai kepentingan masing-masing. Tentu dengan kesadaran dan keyakinan penuh atas pengetahuan yang dimiliki tentang diri sendiri.
Silahkan kalau mau jadi nyinyirwan, tapi jadilah nyinyirwan yang mandiri, jangan ikut-ikutan orang. Kau mesti punya pengetahuan tentang apa itu nyinyir, tentang apa dan kepada siapa sepatutnya engkau bernyinyir ria.

Jadi jomblopun begitu, jadilah jomblo sejati, bukan berarti jadi jomblo seumur hidup. Sedih sekali rasanya begitu. Meskipun geer akan menikmati bidadari di surga. Nanti kena ejek Mbah Mun, kalau yang akan kalian nikmati itu cuma makanan ringan. Sedang yang beristri di dunia akan menikmati nasinya. Jadilah jomblo yang punya pengetahuan kenapa ia jomblo, kenapa ia tak pantas dipilih atau tak punya kawenangan apa-apa untuk memilih. (Wajib dicatat)

Kalau kau punya kepercayaan bahwa menjelek-jelekkan lawan adalah vitaminmu untuk merasa lebih baik dari orang lain. Kau harus punya pengetahuan tentang apa itu ksatria, tentang siapa yang mestinya pantas disebut sebagai pemenang.

Nanti, setelah kau sudah merasa berdaulat terhadap dirimu sendiri. Barulah kau boleh berbangga atas semua yang kau lakukan. Karena, meskipun suatu saat ketika kau keliru menanggapi sesuatu. Kau masih punya kebanggaan atas pencarianmu sendiri.

Orang lain hanya boleh menginspirasimu, tidak memprovokasi. Kalau kau melakukan sesuatu karena provokasi. Percayalah, saat itu kau hanya menjadi budak yang membantu mereka mendapatkan sesuatu.
Jadilah orang yang terinspirasi kalau kau tak mau merasakan bagaimana hinanya menjadi orang yang terprovokasi.

Caranya? Kembali fungsikan sesuatu yang Tuhan berikan kepadamu, yang menjadikanmu sebagai 'sesuatu' yang mulia: akal.

KITA YANG MUNAFIK

Kita ini bangsa uring-uringan, ganas, pemarah. Melihat sesuatu yang tak sejalan dengan kepentingan kita, seolah kita lepas kendali, memaki sana-sini, tak penting apa sebenarnya yang terjadi, yang penting bagaimana caranya supaya keinginan kita terwujud. Munafik.

Bagaimana bisa kita mengaku mencintai negeri ini, kalau kita masih sangat membenci (dalam artian, menganggap salah semua yang dilakukan) orang-orang yang memiliki kewenangan mengurusi negara ini? Terlebih lagi jika kebencian itu timbul justru bukan karena keputusan yang mereka lakukan melainkan kebencian yang tercipta karena yang memutuskan adalah orang yang berbeda partai politik dengan kita. Kurang munafik apalagi kita ini?

Setiap hari, kebanyakan umat islam dari kita ini mengaku mencintai Nabi Muhammad. Merasa paling harus mengikuti hampir setiap perlakuan Nabi Muhammad yang biasa diistilahkan dengan kata "Sunnah". Tapi untuk tetap mampu berlaku adil kepada -yang kita anggap- musuh saja hampir tak pernah terpikirkan.

Bahkan seharusnya, jika ada orang yang menghina-hina Nabi Muhammad hari ini. Kita masih harus menahan diri untuk marah-marah. Yang wajib kita lakukan pertama kali adalah mencari tahu mengapa ia melakukan itu. Kalau ternyata penyebabnya adalah karena ketidaktahuannya terhadap sosok Nabi Muhammad yang sesungguhnya, kewajiban kita berubah menjadi memperingatkan kesalahannya, dan menjelaskan kesalahpahamannya tersebut. Saya rasa begitu nasihat yang terkandung dalam ayat "berdakwahlah dengan hikmah dan mauidzah hasanah." Lain lagi halnya jika 'hinaan' tersebut justru lahir dari kesengajaan yang dilakukan oleh orang yang benar-benar ingin mengolok-olok Nabi Muhammad, padahal ia tahu bagaimana mulianya sosok tersebut. Silahkan lakukan tindakan-tindakan tegas, yang tentu saja tidak melanggar etik agama dan kemanusiaan.

Seharusnya jika benar-benar mengaku mencintai dan menjadikan Nabi Muhammad sebagai tauladan di segala lini kehidupan kita mestinya benar-benar mempelajari kisah-kisah 'dahsyat' tentang 'kerahimannya' kepada sesama, tentang ke-rahmatan lil 'alamin-annya. Lagi-lagi, tentang hal ini kita juga terindikasi mengandung kemunafikan dalam diri kita.

Ah, apalagi kalau melihat kita ini seringkali dijadikan alat politik kalangan tertentu. Rasanya kok nyesek sekali. Belum lagi tentang citra kita sebagai umat islam yang kian hari-kian buruk di mata 'orang-orang luar'.
Saya lebih suka mengakui bahwa secara umum kita ini masih bodoh. Tapi sikap kita yang seolah-olah memahami segala hal ini. Membuat saya merasa hanya boleh mengatakan kalau kita ini munafik.

Jangan tersinggung, kata-kata ini hanya dikatakan oleh orang yang selama ini seringkali dicap munafik oleh orang-orang 'yang entah siapa'. Jadi, anggap saja ini sebuah pengakuan. Atau lebih mudahnya, jangan merasa termasuk di kata "kita".

Semoga Allah tetap berkenan menunjukkan kita jalan yang lurus, meskipun kita ini adalah seorang munafik.

BOIKOT!

Rasanya sudah lama sekali saya tidak makan di restaurant yang -saya pikir- memberikan sumbangsihnya terhadap Israel, yang berbentuk dana. Ya harus tetap diakui itu juga karena ke-kere-an yang saya 'derita' selama ini. Tapi tetap akan menolak jika ada yang berniat mentraktir (kecuali kalau sudah terlanjur dibelikkan, hehe, insyaAllah.

Tapi, kalau terhadap hal-hal yang lebih mendasar, semacam air mineral, susu, perlengkapan mandi, dll. Rasanya saya masih belum konsisten melakukan gerakan boikot dengan slogan 'memulai diri dari sendiri'.
Terlalu lama terlena, setelah membaca artikel-artikel Bu Dina Sulaeman tentang perlakuan Israel dan kroni-kroninya terhadap umat Islam. Malam ini, semacam timbul semangat baru untuk berusaha lagi melakukan pemboikotan tersebut.

Harus kita akui pula hal-hal seperti ini sulit dilakukan, mengingat justru produk-produk merekalah yang menguasai pasar kita dan sedikitnya 'pilihan lain' yang bisa menggantikannya. Namun, insyaAllah selalu ada jalan untuk itu. Mudah-mudahan.

Maksud saya menulis ini sama sekali bukan dalam bentuk pamer. Demi Allah, saya merasa lebih bahagia melakukan ini diam-diam. Namun mengingat banyaknya teman-teman saya yang seperti sudah memiliki ketergantuan terhadap produk-produk tersebut. Saya merasa perlu mengajak mereka.

Atas nama kemanusiaan, dan martabat umat Islam. Saya mengajak semua teman-teman saya, dan siapapun yang membaca ini untuk mencari tahu produk apa saja yang menyumbangkan keuntungannya kepada Israel. Dan melakukan pemboikotan. Pelan-pelan saja, tak mengapa. Mudah-mudahan ini dapat menambah keberkahan hidup kita.

Kamis, 01 Desember 2016

Kasih Yang Utama

Silahkan tebarkan sajadahmu, sepanjang apapun kau mau.
Silahkan lengkingkan suaramu, sekuat apapun yang kau ingin.
Silahkan sisihkan lengan bajumu, setinggi apapun yang kau butuhkan.
Silahkan ajak teman-temanmu, sebanyak apapun sebisamu.

Tapi kalau tebaran sajadah hanya untuk kau pijak-pijak; lengkingan suaramu mengajak kepada kerusuhan; sisihan baju kau jadikan ajang pamer kekuatan; teman-temanmu kau hasut untuk saling memukul. Akan kukatakan laknat kepadamu, dengan mengutip ayat-ayat Al-Qur'an.

Sajadah itu alas, tempat kau merebahkan segala keangkuhan.
Suara itu bunyi kebaikan, seruan untuk melakukan segala kebijakan.
Lengan baju itu hijab, mengangkatnya berarti kau menerima segala perbedaan.
Teman-teman itu ladang, yang pupuknya adalah caramu memperlakukannya.

Aku berdo'a; juga di atas sajadah, suara yang sama sifatnya denganmu, menyisihkan baju saat berwudhu, dengan banyak teman-teman yang mengaminkan: kelak ketika kepulanganmu, kerukunan kita berkalilipat jadinya, gotong royong hidup kembali setelah lama mati, kita bisa tertawa seperti saat kita belum tahu apa itu kekuasaan.

Kau tahu? Meskipun ini kuawali dengan ancaman. Tiada lain harapan dariku selain segala kebaikan yang kau dapat. Karena sekuat apapun kau memusuhiku, tak ada alasan bagiku untuk tak tetap menyayangimu.